Perpustakaan Perguruan Tinggi
menghadapi Perubahan Paradigma Informasi
oleh Arif Surachman (05140051)
Latar Belakang
Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia pada saat ini belum mengalami perkembangan yang menggembirakan, terutama dalam mewujudkan perpustakaan yang dapat selalu memenuhi kebutuhan penggunanya. Berbagai macam kendala baik dari dalam maupun luar perpustakaan menjadi salah satu alasan yang mengemuka. Selain itu perdebatan antara pengembangan perpustakaan tradisional dan perpustakaan digital/elektronik semakin sering dilakukan. Namun demikian, ternyata perkembangan selanjutnya telah “mengalahkan” perpustakaan tradisional sebagai sebuah perpustakaan yang perlu dikembangkan. Pelaku perpustakaan asyik melakukan berbagai usaha untuk “memenangkan persaingan” dengan melakukan focus pengembangan terhadap perpustakaan digital elektronik. Hal ini tentu membawa ke sebuah ketimpangan dan pola pengembangan perpustakaan yang “sehat”.
Perpustakaan sebagai “jantung” perguruan tinggi haruslah dapat menjadi sebuah “roh” bagi perguruan tinggi untuk meningkatkan mutu lulusan dan civitas akademikanya. Untuk itu dukungan dari berbagai pihak perlu dilakukan agar perpustakaan dapat difungsikan sesuai dengan apa yang diharapkan. Disini penulis berusaha untuk sedikit mengemukakan beberapa hal terkait pengembangan perpustakaan perguruan tinggi di masa yang akan datang.
Kendala-kendala
Berbagai kendala pengembangan perpustakaan perguruan tinggi secara umum antara satu perpustakaan dengan perpustakaan lain di Indonesia khususnya memiliki banyak persamaan (Sulistyo-Basuki, 1994), diantaranya adalah:
- Masalah sentralisasi dan desentralisasi
Masalah sentralisasi dan desentralisasi seakan menjadikan momok bagi perpustakaan perguruan tinggi untuk berkembang.
- Masalah tenaga pengelola
Masalah ini adalah masalah yang banyak dihadapi oleh perpustakaan perguruan tinggi. Keterbatasan tenaga pengelola terutama yang ahli dan mempunyai pendidikan khusus bidang perpustakaan menjadi kendala tersendiri. Bahkan tidak sedikit yang “hanya” memanfaatkan tenaga lulusan sekolah menengah, sehingga ada keterbatasan dalam penguasaan permasalahan-permasalahan di perpustakaan. Bersyukur saat ini pendidikan bidang perpustakaan cukup menjamur di berbagai perguruan tinggi di
- Anggaran
Anggaran adalah permasalahan yang sampai saat ini selalu menjadi alasan tidak dapat berkembangnya sebuah perpustakaan perguruan tinggi. Memang pada kenyataannya anggaran perpustakaaan perguruan tinggi saat ini masih ditopang oleh universitas sebagai lembaga induknya. Namun yang jadi permasalahan adalah masih minimnya perhatian universitas terhadap anggaran perpustakaan, bahkan masih banyak terdapat perpustakaan yang mempunyai alokasi dana jauh dari 5-10% anggaran universitas sesuai dengan standard yang seharusnya ada. Sudah saatnya ke depan, anggaran perpustakaan menjadi syarat mutlak bagi para calon pemimpin universitas dalam menyampaikan visi kepemimpinannya. Tentu hal ini tidaklah mudah, perlu perjuangan keras dari para pengelola perpustakaan. Disisi lain, usaha inovatif dari pengelola perpustakaan dalam mendapatkan dana juga perlu dipertimbangkan.
- Koleksi
Koleksi adalah salah satu hal yang selalu menjadi sorotan pengguna perpustakaan di perguruan tinggi. Tidak sedikit pengguna yang selalu mengeluh bahwa koleksi perpustakaan tidak pernah berkembang dan koleksi sudah ketinggalan jaman. Sebenarnya ini adalah salah satu akibat dari seretnya anggaran dana yang diberikan universitas kepada perpustakaan. Salah satu solusi yang mungkin adalah melakukan usaha-usaha kerjasama dengan perpustakaan lain, sehingga ada usaha saling menguntungkan antara perpustakaan perguruan tinggi. Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengadakan survey dan seleksi pengadaan koleksi yang lebih baik, sehingga anggaran dana yang minim dapat digunakan semaksimal mungkin. Hal ini untuk menghindari pemborosan, karena pembelian koleksi yang asal-asalan akan mengakibatkan ketidakmanfaatan pada koleksi yang ada. Pada berbagai perpustakaan sering kita temui koleksi yang tidak pernah digunakan sama sekali oleh pengguna selama bertahun-tahun. Tentu hal-hal semacam ini ke depan harus dapat dihilangkan.
- Sikap para pemakai
Pemakai atau pengguna perpustakaan sering menjadi permasalahan tersendiri. Banyaknya pemakai yang tidak tahu cara memakai fasilitas perpustakaan, pemakai tidak tahu cara menelusur informasi, pemakai yang melakukan perusakan terhadap buku, dan seterusnya merupakan serentetan sikap pemakai yang menjadikan perpustakaan semakin terpuruk. Disini perlu ada kerjasama antara pemakai dan petugas perpustakaan, perlu adanya pendidikan pemakai dan promosi perpustakaan yang baik. Hal ini penting karena dengan begitu pemakai akan lebih bisa menghargai keberadaan perpustakaan dan juga bagaimana cara menggunakan atau memanfaatkan perpustakaan yang benar.
Berdasarkan pengalaman penulis, dari beberapa kendala yang disampaikan Sulistyo-Basuki tersebut dapat ditambahkan kendala-kendala lain diantaranya adalah:
- Perkembangan Teknologi Informasi
Perkembangan teknologi informasi (TI) membawa dampak tersendiri bagi perpustakaan. Perpustakaan dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi apabila tidak ingin ketinggalan dalam menggapai informasi dan memberikan pelayanan yang prima terhadap penggunanya. Perpustakaan akan memerlukan anggaran yang lebih besar untuk memenuhi tuntutan pengembangan TI ini, staf / tenaga perpustakaan dituntut untuk meningkatkan kemampuannya dalam bidang TI, dan pemakai perpustakaan juga mau tidak mau harus dapat menyesuaikan diri dengan fasilitas TI yang ada di perpustakaan. Sehingga ternyata apabila tidak ditangani dengan baik, perkembangan teknologi informasi ini akan menjadi kendala tersendiri bagi perpustakaan.
- Masalah Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan juga merupakan masalah yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Seringkali dalam beberapa perpustakaan pengangkatan atau penunjukkan pimpinan perpustakaan tidak didasarkan pada kompetensinya dalam bidang perpustakaan tetapi lebih pada factor politis. Hal ini jelas akan sangat mengganggu perkembangan perpustakaan. Karena seringkali perpustakaan menjadi terbengkalai dan dinomorduakan, akhirnya perpustakaan menjadi bagian yang hidup enggan mati tak mau. Untuk itu ke depan perpustakaan perguruan tinggi selalu memerlukan pimpinan yang mempunyai komitmen dan dedikasi tinggi terhadap pengembangan perpustakaan.
Pergeseran Paradigma
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perpustakaan dan pusat informasi juga mengalami pergeseran paradigma dalam sumber-sumber informasinya, layanannya, dan pada orientasi penggunanya, dan tanggungjawab staf/pekerja dalam layanan dan system di dalamnya. Menurut Stuert (2002), saat ini pergeseran paradigma informasi yang berakibat pada perubahan pola kerja dan orientasi institusi yang bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan seperti perpustakaan dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:
INFORMATION
PARADIGM SHIFT
OWN COLLECTIONS
ONE MEDIUM
VIRTUAL LIBRARY
MULTIPLE MEDIA
Resources
OWN COLLECTIONS ONE MEDIUM |
VIRTUAL LIBRARY |
WAREHOUSE
SUPERMARKET
Services
WAREHOUSE |
SUPERMARKET |
WAIT FOR USERS STAFF AUTHORITY
PROMOTE USE
USER EMPOWERMENT
Users
WAIT FOR USERS STAFF AUTHORITY |
PROMOTE USE USER EMPOWERMENT |
(Stuert, Robert: Library and
Bagan di atas menekankan pada tiga hal fundamental dalam sebuah institusi perpustakaan atau pusat informasi yakni:
- Resources / sumber daya
- Services / Layanan
Cara pelayanan dalam bidang informasi atau perpustakaan ini juga mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman. Pelayanan tidak lagi hanya hanya berorientasi pada pelayanan di dalam saja (internal) tetapi harus mempunyai pandangan yang lebih universal bagi akses informasi, kolaborasi, dan sharing sumberdaya dan layanan. Konsep cara pelayanannya pun sudah harus lebih bervariasi seperti halnya supermarket, bahkan mungkin hypermarket. Perpustakaan dan pusat informasi diharuskan dapat memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan oleh pengguna yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Seperti layaknya supermarket, maka perpustakaan atau pusat informasi yang dapat memberikan pelayanan lebih bervariasi, murah dan cepat akan memuaskan pengguna dan mendatangkan pengguna lebih banyak lagi.
- Users / Pengguna
Perlakuan terhadap pengguna dan perilaku tenaga perpustakaan/pusat informasi juga hendaknya mengalami perubahan. Sudah saatnya staf perpustakaan tidak hanya sebagai “penjaga buku” atau koleksi dan menunggu datangnya pengguna tanpa melakukan usaha apapun untuk mendatangkan pengguna. Sudah saatnya perpustakaan melakukan promosi dan memberikan gambaran-gambaran kepada pengguna mengenai bagaimana perpustakaan dapat menjawab kebutuhan informasi mereka. Pengguna juga perlu diberdayagunakan, dididik dan dimanfaatkan untuk perkembangan perpustakaan. Perpustakaan perlu lebih terbuka terhadap kemauan dan keinginan pengguna serta dapat memberikan pengetahuan mengenai pemanfaatan perpustakaan semaksimal mungkin.
Akhirnya diharapkan dari perubahan ini maka akan terjadi sinergitas antara pengguna dan petugas perpustakaan. Keduanya akan saling mendukung dalam pengelolaan dan pengembangan perpustakaan.
Untuk itu perpustakaan, khususnya perpustakaan perguruan tinggi ke depannya harus dapat pula menjawab tantangan bagi perubahan paradigma di atas. Hal ini penting agar perpustakaan perguruan tinggi selalu dapat mengikuti perubahan-perubahan di dunia ilmu pengetahuan yang kadangkala tidak dapat diprediksi, dihentikan dan dikontrol.
Peranan “Liaison Librarian”
Salah satu hal yang saat ini belum penulis lihat cukup berperan dalam sebuah perpustakaan terutama perpustakaan perguruan tinggi adalah adanya “Liaison Librarian” atau dapat juga disebut sebagai pustakawan penghubung. Yang dimaksudkan dengan “Liaison Librarian” disini adalah orang yang bertugas membantu pengguna perpustakaan dalam memanfaatkan segala macam sumber informasi dalam sebuah bidang tertentu yang terdapat di perpustakaan.
Dari beberapa kunjungan yang dilakukan oleh penulis dalam beberapa perguruan tinggi di
Perpustakaan perguruan tinggi ke depan harus mampu menyediakan liaison librarian sebagai salah satu garda terdepan pelayanan di perpustakaan. Sehingga pengguna perpustakaan akan semakin merasakan manfaatnya ketika datang ke perpustakaan.
Konsep Perpustakaan “Hybrid”
“A hybrid library is a library where 'new' electronic information resources and 'traditional' hardcopy resources co-exist and are brought together in an integrated information service, accessed via electronic gateways available both on-site, like a traditional library, and remotely via the Internet or local computer networks.” (http://hylife.unn.ac.uk/toolkit/The_hybrid_library.html. Diakses 19 Oktober 2005)
Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan perpustakaan “hybrid” adalah merupakan bentuk perpaduan antara perpustakaan tradisional dan perpustakaan digital/elektronik.
Sebenarnya apabila dilihat, perpustakaan perguruan tinggi saat ini secara tidak sadar dan langsung telah mengembangkan sebuah konsep perpustakaan ini. Hanya saja hal itu masih kurang terasa dan terlihat berdiri sendiri-sendiri. Konsep perpustakaan hybrid ini tidak bisa dipisahkan. Artinya antara pengembangan resources dalam bentuk “tradisional” juga harus seimbang dan dipadukan dengan pengembangan resources “digital/elektronik”. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa perpustakaan harus dapat memadukan antara sumber-sumber yang berupa buku dengan sumber-sumber yang dapat diakses secara elektronik/digital. Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi.
Jadi dalam perpustakaan hybrid ini, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi yang dapat diakses secara elektronik atau virtual, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet.
Penutup
Perpustakaan perguruan tinggi ke depan pada intinya harus dapat menjawab tantangan perubahan paradigma informasi. Perpustakaan harus dapat memberikan ruang akses yang lebih baik kepada sumber dayanya, penggunanya, dan layanannya. Perpustakaan juga perlu kembali mencermati kendala-kendala yang ada sehingga ke depan dapat mengatasi berbagai kendala dengan baik. Sudah saatnya bagi perpustakaan untuk memfokuskan diri pada mutu pelayanan dengan melibatkan pustakawan secara lebih aktif melalui apa yang disebut dengan liaison librarian dan juga menerapkan secara utuh dan lengkap konsep perpustakaan hybrid.
Daftar Bacaan
Hutton, Angelina. 2001. The Hybrid Library. http://hylife.unn.ac.uk/toolkit/The_hybrid_library.html diakses tanggal 19 Oktober 2005.
Qalyubi, Syihabuddin dkk. 2003. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Cetakan 1,
Stuert, Robert D. and Barbara B. Moran. 2002. Library and
Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan.
Sulistyo-Basuki. 1994. Periodisasi Perpustakaan
Zheng Ye (Lan) Yang.