FILSAFAT RASIONALISME : RENE DESCARTES
Para filsuf rasionalisme adalah mereka yang: pertama, mengatakan bahwa kekuatan akal pada diri manusia yang dalam pandangan mereka merupakan suatu kekuatan instinktif adalah sumber dari semua ilmu yang hakiki, atau merupakan sumber dari dua sifat dari ciri ilmu hakiki secara khusus, yaitu urgensitas (dharurah) dan kebenaran mutlak (al-shidq al-mutlaq). Kedua, berkaitan dengan alam kosmik, para penganut rasionalisme menerima adanya wujud spiritual atau rasio yang merupakan asal usul dari segala entitas.
Kita akan mengkaji rasionalisme ini pada tokohnya yang paling terkenal diantaranya Rene Descartes.[1]
- Riwayat Hidup Rene Descartes (1596-1650)
Descartes lahir pada tahun 1596 dan meninggal pada tahun 1650. bukunya yang terpenting dalam filsafat murni ialah Discours de la methode (1637) dan Meditations (1642) kedua buku ini saling melengkapi satu sama lain. Didalam buku inilah ia menuangkan metodenya yang terkenal itu, metode keraguan descartes (cartesian doubt) metode ini sering juga disebut cogito descartes.
Ia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh gereja bahwa dasar filsafat haruslah rasio (akal). Untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat adalah akal, ia menyusun argumentasi yang amat terkenal. Argumentasi itu tertuang didalam metode cogito.
Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan lebih dahulu segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia meragukan semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Inilah langkah pertama metode cogito tersebut. Pada langkah pertama ini descartes dapat (berhasil) meragukan semua benda yang dapat di indera. Apa sekarang yang dapat dipercaya dan yang sungguh-sungguh ada? Menurut descartes dalam mimpi, halusinasi, ilusi dan dalam terjaga ada sesuatu yang selalu muncul baik dalam jaga maupun dalam mimpi.[2]
- Idea Terang Benderang
Keraguan Descartes diatas hanya metode, bukanlah ia ragu-ragu sesungguhnya seperti skepsis. Ia ragu-ragu bukan untuk ragu-ragu melainkan untuk mencapai kepastian. Kepastian yang terdapat pada kesadarab inilah yang di pakai menjadi pangkal pikiran dan filsafatnya. Karena kesadaran ini nampaklah tindakan budi (rasio) dan budi ini menemukan pangkal untuk bertindak dan hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran rasio juga yang dapat memberi pimpinan dalam segala jalan pikiran. Adapun yang benar itu hanya tindakan budi yang terang benderang yang disebutnya (idees claires et distinctes). Yang tidak dapat di utarakan dengan idea yang demikian itu tidak termasuk kedalam wilayah filsafat. Akan tetapi apa dan siapa yang menjamin bahwa idea itu benar? Yang menjadi jaminan ialah tuhan sendiri. Idea yang terang benderang ini pemberian tuhan sebelum orang itu dilahirkan, idea itu disebutnya idea bawaan.oleh karena itu idea tersebut haruslah benar karena pemberian yang maha benar. Jadi menurut Descartes itu bukanlah hasil pengabstrakan, yang diambil dari yang konkrit, melainkan sudah dimiliki orang waktu dilahirkan. Idea terang benderang itu bekal hidup. Hadiah dari kebenaran sejati.
Maka dari itu menurut Descartes budi atau rasiolah yang menjadi sumber dan pangkal segala pengertian dan budilah yang memegang pimpinan dalam segala mengerti itulah sebabnya aliran ini disebut rasionalisme. Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya bahkan dilebih-lebihkan oleh Descartes dengan mengabaikan nilai pengetahuan indra, yang menurut dia kerap kali menyesatkan manusia.[3]
C. Pengertian Rasionalisme
Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggrisrationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. A.R. Lacey7 menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi.
D. Sebab Timbulnya Pemikiran Rasionalisme
Descartes merupakan orang pertama yang memiliki kapasitas filosofis yang sangat dipengaruhi oleh fisika baru dan astronomi. Ia banyak menguasai filsafat Scholastic, namun ia tidak menerima dasar-dasar filfasat Scholastic yang dibangun oleh para pendahulunya. Ia berupaya keras untuk mengkonstruksi bangunan baru filsafat. Hal ini merupakan terobosan baru semenjak zaman Aristoteles dan hal ini merupakan sebuah neo-self-confidence yang dihasilkan dari kemajuan ilmu pengetahuan. Dia berhasrat untuk menemukan “sebuah ilmu yang sama sekali baru pada masyarakat yang akan memecahkan semua pertanyaan tentang kuantitas secara umum, apakah bersifat kontinim atau terputus.”
Visi Descartes telah menumbuhkan keyakinan yang kuat pada dirinya tentang kepastian pengetahuan ilmiah, dan tugas dalam kehidupannya adalah membedakan kebenaran dan kesalahan dalam semua bidang pelajaran. Karena menurutnya “semua ilmu merupakan pengetahuan yang pasti dan jelas.
Pada dasarnya, visi dan filsafat Descartes banyak dipengaruhi oleh ilmu alam dan matematika yang berasas pada kepatian dan kejelasan perbedaan antara yang benar dan salah. Sehingga dia menerima suatu kebenaran sebagai suatu hal yang pasti dan jelas atau disebut Descartes sebagai kebenaran yang Clear and Distinct.
Dalam usahanya untuk mencapai kebenaran dasar tersebut Descartes menggunakan metode “Deduksi”, yaitu dia mededuksikan prinsip-prinsip kebenaran yang diperolehnya kepada prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumnya yang berasal dari definisi dasar yang jelas. Sebagaimana yang ditulis oleh Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins dalam buku sejarah filsafat,
“kunci bagi deduksi keseluruhan Descartes akan berupa aksioma tertentu yang akan berfungsi sebagai sebuah premis dan berada diluar keraguan. Dan aksioma ini merupakan klaimnya yang terkenal Cogito ergo sum “Aku berpikir maka aku ada”.
E. Pola Pikir Rasionalisme
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
Di luar konteks religius, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, umpamanya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.
KESIMPULAN
Dalam membangun filsafatnya Descartes membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai patokan dalam menentukan kebenaran dan keluar dari keraguan yang ada. Adapun persoalan-persoalan yang dilontarkan oleh Descartes untuk membangun filsafat baru antara lain:
a. Apakah kita bisa menggapai suatu pengetahuan yang benar?
b. Metode apa yang digunakan mencapai pengetahuan pertama?
c. Bagaimana meraih pengetahuan-pengetahuan selanjutnya?
d. Apa tolok ukur kebenaran pengetahuan?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Descartes menawarka metode-metode untuk menjawabnya. Yang mana metode-metode tersebut harus dipegang untuk sampai pada pengetahuan yang benar:
- Seorang filosuf harus hanya menerima suatu pengetahuan yang terang dan jelas.
- Mengurai suatu masalah menjadi bagian-bagian kecil sesuai dengan apa yang ingin kita cari. Atau jika masalah itu masih berupa pernyataan: maka pernyataan tersebut harus diurai menjadi pernyataan-pernyataan yang sederhana. Metode yang kedua ini disebut sebagai pola analisis.
- Jika kita menemukan suatu gagasan sederhana yang kita anggapClear and Distinct, kita harus merangkainya untuk menemukan kemungkinan luas dari gagasan tersebut. Metode yang ketiga ini disebut dengan pola kerja sintesa atau perangkaian.
- Pada metode yang keempat dilakukan pemeriksaan kembali terhadap pengetahuan yang telah diperoleh, agar dapat dibuktikan secara pasti bahwa pengetahuan tersebut adalah pengetahuan yang Clear and Distinct yang benar-benar tak memuat satu keraguan pun. Metode yang keempat ini disebut dengan verifikasi.
Jadi dengan keempat metode tersebut Descartes mengungkap kebenaran dan membangun filsafatnya untuk keluar dari keraguan bersyarat yang diperoleh dari pengalaman inderawinya.
0 komentar: